Mengenai Saya

Artikel-Artikel yang saya posting ini adalah Pertanyaan -pertanyaan yang sering diajukan (FAQ=Frequently Asked Question) kepada Umat Islam baik oleh Muslim dan Non Muslim. ini adalah sebagian besar adalah sumber nya dari WWW.IRF.net pada bagian FAQ yang sudah saya terjemahkan. tujuan dari artikel ini sendiri tidak bermaksud menjelek-jelekkan agama lain tapi sebatas pada pembelaan dengan memberikan jawaban terhadap pertanyaan seputar Islam dan Mencari Kebenaran. Terima Kasih jika Anda bersedia memberikan komentar dengan kata kata yang baik.

Selasa, Desember 07, 2010

Murtad dan hukuman Mati?

Saya mendengar beberapa daerah dan tokoh Muslim di Indonesia sedang mempertimbangkan kemungkinan menerapkan hukuman mati bagi orang Islam yang pindah agama (murtad). Jauh sebelumnya, kerajaan Melaka di bawah kekuasaan Sultan Muzaffar Syah (1450-1458 M.) telah menerapkan hukuman mati bagi orang murtad melalui Undang-Undang Melaka (disebut juga: Undang-Undang Darat Melaka, Undang-Undang Melayu, Undang-Undang Negeri dan Pelayaran). Dalam UU tersebut pasal 36 ayat 1 disebutkan, "orang yang murtad dikenakan hukuman mati". Pandangan seperti ini biasanya didorong oleh sebuah hadits, "man baddala dinahu faqtuluhu" (barang siapa yang pindah agama, bunuhlah!).

Pertanyaannya, bisakah mengeksekusi mati orang Islam Indonesia yang pindah agama dengan mengacu pada hadits tersebut. Jawabannya: tidak bisa. Sebab, tidak sebagaimana kerajaan Melaka yang memang merujuk pada fikih Islam, Indonesia modern nan demokratis adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita semua tahu bahwa konstitusi telah menjamin hak kebebasan beragama di Indonesia. Istiqamah dengan ketentuan itu, orang Indonesia yang pindah agama tak bisa dikriminalisasikan sehingga boleh dijatuhi sanksi hukum. Menjatuhkan hukuman mati bagi Muslim Indonesia yang pindah agama melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjamin kemerdekaan penuh bagi semua warganya untuk memilih atau meninggalkan suatu agama.

Selanjutnya, hadits di atas tak bisa dijadikan patokan. Ia tak meyakinkan dari berbagai sudut. Hadits itu bukan hadits mutawatir, melainkan hadits ahad. Menurut Imam Abu Hanifah, dalalah (penunjukan) hadits ahad adalah zhanni (relatif) dan bukan qath`i (pasti). Khudlari Bik, ahli Ushul Fikih, menjelaskan, hadits ahad tak bisa menaskh ayat-ayat umum dalam al-Quran. Jika keumuman ayat al-Quran bersifat qath`i, maka hadits ahad bersifat zhanni, sehingga menurut Tajuddin al-Subki dalam Jam`u al-Jawami`; yang zhanni tak boleh menaskh (abrogasi) yang qath`i. Sementara itu, tak ditemukan satu ayat pun dalam al-Quran yang memerintahkan untuk membunuh orang murtad. Al-Quran justeru menjamin kebebasan beragama. Jawdat Sa`id menilai bahwa hadits tersebut adalah dla`if, karena ia bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam; kebebasan beragama. Alhasil, hadits tersebut lemah dari sudut dalalahnya sehingga tak mungkin untuk menghapus ayat-ayat umum al-Quran yang mendorong kebebasan beragama.

Lebih jauh, Jamal al-Banna mempertanyakan integritas perawi hadits dimaksud. Menurutnya, perawi hadits yang menjelaskan tentang hukum bunuh bagi orang yang keluar dari Islam berakhir pada `Ikrimah. Ia dikenal meriwayatkan banyak hadits dari Ibn `Abbas. Namun, hadits-hadits dari `Ikrimah banyak ditolak Imam Muslim. Muslim hanya mengutip satu hadits yang diriwayatkan `Ikrimah, itu pun karena `Ikrimah meriwayatkannya bersama Sa`îd ibn Jubair, yaitu hadits tentang haji. Hadits tentang membunuh orang murtad itu tak tercantum dalam kitab Shahih Muslim. Penolakan Muslim ini bisa pahami, karena `Ikrimah di kalangan para ahli hadits dikenal sebagai pembohong (kadzdzab), sehingga sulit untuk diterima sekiranya ia meriwayatkan hadits. Keraguan tentang eksistensi hadits ini berlanjut, demikian Jamal al-Banna, karena para perawi hadits tersebut termasuk Ikrimah tak pernah menjelaskan sabab al-wurud hadits itu; dalam konteks apa dan untuk kepentingan apa Nabi Muhammad menyatakan hadits tersebut.

Lepas dari itu, sekiranya benar ada hadits yang demikian, sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad tak pernah menghukum bunuh orang murtad. Dikisahkan dalam sejumlah literatur bahwa pada zaman Nabi sudah ada orang yang keluar dari Islam dan memeluk agama lain seperti Kristen. Sekurangnya, pada masa Nabi ada dua belas laki-laki Muslim yang keluar dari Islam, di antaranya adalah al-Harits ibn Suwaid al-Anshari. Dua belas orang itu kemudian pindah dari Madinah ke Mekah. Begitu juga `Ubaidullah ibn Jahsy. Setelah berpindah bersama isterinya (Ummu Habibah binti Abi Sufyan yang Islam) ke Habasyah, ia memeluk Kristen dan meninggal dalam keadaan Kristen. Sekalipun sudah keluar dari Islam, Nabi tak membunuh mereka. Nabi tak memerintahkan sahabat mengejar mereka untuk dibunuh. Inilah fakta historisnya.

Pelbagai kelemahan pada hadits tersebut jarang diketahui oleh mereka yang hendak menghukum bunuh orang Islam yang pindah agama. Semoga setelah penjelasan ini sampai ke tangan mereka, semangat untuk membunuh orang murtad itu bisa menyusut. Insyaallah .[]

*Penulis adalah peneliti the WAHID Institute.

http://www.wahidinstitute.org/Program/Detail/?id=79/hl=id/Murtad_Dan_Hukuman_Mati

http://www.kaskus.us/showpost.php?p=137425905&postcount=65

Muhammad sebelum Menjadi Nabi

Rasulullah SAW sebelum diangkat menjadi Nabi dan menerima wahyu dari Allah SWT, dia adalah seorang yang hanif berada dalam millah (ajaran) agama nabi Ibrahim AS sebagai Bapak dari para nabi. Beliau lahir dan tinggal di tempat dimana dahulu Bapak para nabi itu membangun rumah Allah. Beliau mewarisi kesucian dan kelurusan agama yang dibawa oleh kakek (moyang) nya.

Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi tidak pernah melakukan hal-hal yang nantinya terlarang dan diharamkan dalam syariat yang diturunkan kepadanya. Wajahnya belum pernah sujud kepada berhala, perutnya belum pernah meminum khamar, lidahnya belum pernah digunakan untuk membicarakan orang, mencaci atau hal yang dilarang. Beliau pernah berdagang tapi tidak pernah terjebak sistem ribawi.

Bahkan ketika masih anak-anak, beliau pernah berniat menonton hiburan malam dalam sebuah pesta, namun atas izin Allah SWT beliau tidak jadi melakukannya lantaran tertidur dan hal itu berulang untuk esoknya.

Sehingga kalau pun dia tidak menjadi nabi, pastilah dia akan dikatakan sebagai orang suci yang shalih dan dicintai semua orang. Namun dengan diangkat menjadi nabi, maka beliau menjadi pembawa paket risalah yang berisi hukum dan aturan hidup manusia sedunia dan berlaku hingga akhir masa. Karena tidak ada nabi sesudahnya. Syariat itulah yg dijadikan Tuhan yang pernah mengutus Ibrahim, Daud, Musa dan Isa menjadi syariat versi terakhir. Dan menghapus berlakunya semua syariat yang pernah ada sebelumnya. Kitab Al-Quran Al-Karim yg diturunkan kepada beliau adalah kitab yg menghapus berlakunya semua kitab sebelumnya. Dan diri Rasulullah SAW sebagai nabi menjadi satu-satunya nabi yang masih berlaku kenabiannya sampai hari akhir. Sehingga bila nanti Yesus Kristus (Nabi Isa as) datang lagi ke dunia ini, beliau akan menjadi salah satu anggota dari umat Islam. Bahkan beliau akan bersyahadat bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah SAW. Beliau akan shalat di dalam shaf shalat jamaah umat Islam dan menghancurkan salib, berhala serta patung-patung dirinya yang telah dibuat oleh orang kafir yang menjadikan dirinya tuhan atau anak tuhan.

http://www.kaskus.us/showpost.php?p=248751609&postcount=8585

Proses Kodifikasi dan Masalah Otentisitas Al-Quran

Sejarah mencatat adanya para penulis dari kalangan yang diangkat oleh Nabi sebagai pencatat ayat-ayat al-Quran. Catatan yang mereka tulis berdasarkan bacaan rasullulah saw, yang didiktekan langsung setiap kali wahyu turun. Catatan ini didokumentasikan pada alat-alat tulis yang tersedia pada saat itu, seperti kertas, kayu, potongan kulit, lempengan batu atau tulang. Para penulis wahyu ini sebagaimana yang diinformasikan oleh literatur-literatur keislaman berjumlah 29 orang. Diantara mereka adalah empat khalifah sesudah rasullulah saw. Beberapa penulis tersebut yaitu, Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, Alin bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Said bin Al-Ash, Amru bin AL-Ash, Ubai bin Ka'b, dan Zaid bin Tsabit.

Selain pencatatan adalah ukurasi hafalan kaum Muslimin yang terus mentradisi sampai saat ini. Pada Masa Rasullulah saw, para penghafal al-Quran mencapai ratusan sahabat yang memang sangat concern pada bacaan al-Quran dan akurasi hafalannya.

Rasullulah saw melakukan pembacaan ulang al-Quran satu kali setiap tahun di bulan Ramadhan yang langsung disimak oleh pembawa wahyu Jibril as. Bahkan khusus pada tahun terakhir sebelum wafat, Jibril as melakukan pengecekan bacaan al-Quran Nabi sebanyak dua kali. Dengan demikian, para penghafal al-Quran itu telah mengahafalnya dengan sempurna sebelum Rasullulah saw wafat. Demikian para penulis al-Quran mencatat seluruh kandungan al-Quran dan meletakkan ayat demi ayat sesuai dengan arahan dan intruksi langsung Rasullulah saw.

Peristiwa Yamamah, Musailamah al-Kadzdzab

Setahun setelah wafatnya Rasullulah saw, sebanyak 70 orang penghafal al-Quran terbunuh dalam peristiwa Yamamah. Mempertimbangkan hal ini, Khalifah Abu Bakar ra, atas saran dari Umar bin Khatab menugaskan salah satu penulis al-Quran, Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan catatan-catatan al-Quran yang berserakan kedalam satu kodifikasi yang akan dijadikan rujukan. Proses Kodifikasi ini dilakukan berdasarkan satu prinsip, yaitu bahwa setiap catatan wahyu yang akan dimasukkan ke dalam kodifikasi harus mendapatkan dua orang saksi yang mengatakan, bahwa catatan tersebut benar-benar telah didiktekan langsung oleh Rasullulah saw. Tentu saja para penghafal al-Quran dari kalangan sahabat dilibatkan dalam melakukan tugas kodifikasi ini.

Zaid bin Tsabit menyerahkan hasil kodifikasi lengkap al-Quran kepada Abu Bakar, sebelum wafat kodifikasi tersebut diserahkan kepada Umar bin Khatab yang kemudian sebelum beliau wafat menyerahkannya kepada putrinya yang juga istri Rasullulah saw, Hafshah binti Umar ra.

Ustman bin Affan

Pada Masa Ustman bin Affan, dibentuklah komite kodifikasi al-Quran yang terdiri dari empat orang, salah satunya adalah Zaid bin Tsabit. Mereka bertugas untuk menyalin sebanyak lima mushhaf al-Quran dan kemudian dikirim ke Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah fan Damaskus. Komite ini melakukan tugas penyalinan berdasarkan kodifikasi yang berada di tangan Hafshah binti Umar ra. Proses penyalinan tersebut tentu saja diawasi oleh para penghafal al-Quran saat itu. Salinan al-Quran hasil penulisan komite inilah yang beredar dan dipergunakan oleh umat Islam di seluruh dunia sejak dulu hingga saat ini. Oleh sebab itu tidak ada perbedaan dikalangan umat Islam menyangkut otentisitas al-Quran sejak 14 abad silam hingga sekarang.

Hal ini juga diperkuat oleh para orientalis Leblois, Muir dan Orientalis Jerman Rudi Paret dalam kata pengantar untuk terjemahan al-Quran. Ahli Ketimuran Rudi Paret mengatakan, "Kita tidak memiliki alasan yang dapat membuat kita yakin bahwa di sana ada ayat-ayat dalam al-Quran yang tidak datang dari Muhammad." (M.Abdullah Diraz, Rudi PAret, Der Koran, Stuttgart; Ubersetzubg, 1980, hal 5)

Demikianlah, tak ada yang menyebutkan bahwa ada salinan al-Quran yang berbeda dengan hasil salinan komite di masa Ustman bin Affan. Seandainya ada diantara para sahabat yang memiliki salinan yang berbeda, pastilah mereka akanmenunjukkan dan menentang hasil penyalinan yang dilakukan komite kodifikasi pada masa Ustman. Tetapi kita tidak pernah mendengar terjadinya hal itu sepanjang sejarah umat Islam.

Abdullah bin Mas'ud ra

Adapun tuduhan yang sengaja disebarkan menyangkut seorang sahabat Rasullulah saw, Abdullah bin Mas'ud ra yang disebut-sebut pernah menyatakan keraguannya atas surah al-Fatihah, al-Falaq, dan An-Nas sebagai bagian al-Quran, sama sekali merupakan tuduhan yang tidak memiliki dasar sama sekali.

Para Ulama Islam yang memiliki keilmuan yang teruji, seluruhnya membantah tuduhan tanpa bukti yang disematkan kepada Abdullah bin Mas'us ini. Fakhrudin ar-Razi, Abu Bakar Ibnul Arabi, an-Nawawi, Ibnu Hazm al-Andalusi, al-Baqillani dan ulama lain membantah tuduhan tersebut, dan tidak ada seorang pun yang dari umat Islam yang mempercayai pendapat tanpa dasar yang diberikan secara tidak benar terhadap sahabatnya Abdullah bin Mas'us ra itu. (Cairo : Dar al-Ma'arif, 1997, hal 97 dst)


"Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar." [2:111]



(sumber : Prof.Dr.Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Guru Besar Universitas al-Azhar Mesir, Meraih gelar Ph.D dari Universitas Munchen Jerman, pada 1968, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar pada tahun 1995, dan dari tahun 1996 menduduki jabatan Menteri Wakaf Republik Arab Mesir)
http://www.kaskus.us/showpost.php?p=248632659&postcount=8457

Tidak ada yang baru dalam al-Quran?

Al-Quran, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Sebagai tambahan atas tuduhan bahwa tidak ada yang baru di dalam al-Quran, faktanya al-Quran memuat informasi-informasi yang tidak terdapat dalam kitab-kita suci sebelumnya. Al-Quran memaparkan secara terperinci tentang kisah nabi Zakaria as, dan kelahiran Maryam yang berada di bawah asuhan Zakaria as. [3:35-37] Informasi mengenai Maryan sendiri banyak ditemui diberbagai tempat dan menjadi salah satu nama surah ke 19 dalam al-Quran. Suatu paparan informasi yang tidak ditemukan, bahkan dalam Perjanjian Baru sekali pun. Lalu dari manakah Muhammad saw mendapatkan informasi seperti itu kalau bukan dari Dia Yang maha Tahu, Allah swt.

Di dalam perjanjian Lama, Kitab Keluarab, disebutkan bahwa yang mengangkat Musa as sebagai anak adalah putri Firaun (Keluaran 2 : 5-7 atau Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul 7 : 21). Ini berbeda dengan informasi di dalam al-Quran yang menyatakan bahwa istri Firaun lah yang sebenarnya mengadopsi Musa as., bukan putrinya. [28:9] Demikian pula dalam kitab yang sama disebutkan bahwa pembuat patung anak sapi yng disembah baniisrael adalah Harun as (keluaran 32:3,4 dan 35), berbeda dengan paradoksal yang tertera di Bible justru Harun adalah orang yang sangat mengecam penyembahaan patung itu. [20:85-88]

Jika benar al-Quran telah menukil dan menyadur apa yang terdapat di dalam Injil, alasan apa yang mebuatnya tidak menyadur konsep Trinitas yang merupakan prinsip paling fundamental dalam ajaran Kristen? Mengapa al-Quran sama sekali tidak mengambil prinsip-prinsip akidah Kristen seperti penyaliban, konsep keselamatan, dosa warisan, dan ketuhanan Almasih?

Nabi dalam pandangan Islam

Dalam pandangan al-Quran, para nabi utusan Allah adalah tipe ideal dari moralitas yang harus diteladani. Kedudukan mereka yang sangat luhur dalam pandangan al-Quran justru bertolak belakang dengan apa yang tersurat dalam Bible. Bible kerap mengaitkan berbagai perbuatan nista Nabi Luth as dengan kedua putrinya di dalam Bible (Kitab Kejadian 9 :20-21), Nabi Nuh (kejadian 9:20-21), Nabi Daud (2 Samuel 11:2-5 dan 2 Samuel 6 : 20), lalu bandingkan dengan apa yang terdapat di dalam al-Quran mengenai keteladanan dan kemuliaan Nabi Luth as pada surah al-Araf : 80 dan Al-Anbiya: 74.

Al-Quran saduran Kitab-Kitab Suci sebelumnya?

Jika benar al-Quran merupakan saduran kitab-kitab suci sebelumnya, akankah orang-orang yang hidup semasa Muhammad saw membiarkan hal itu? Dakwaan dan hujatan semacam ini merupakan sebentuk generalisasi yang tidak memiliki dasar. Di dalam al-Quran terdapat banyak aturan-aturan hukum dan ajaran-ajaran yang tidak ditemui dalam Kitab-kitab suci sebelumnya. Kitab-kitab suci sebelum al-Quran juga tidak menyebutkan rincian hal ihwal umat-umat terdahulu sebagaimana terdapat dalam al-Quran.

Demikian pula prediksi al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi (gaib) yang baru terjadi selang beberapa waktu kemudian. Sebagai contoh dalam hal ini adalah kisah peperangan antara Romawi dan Persia yang sebelumnya diberitakan oleh al-Quran, tidak diketahui oleh Muhammad saw dan kaumnya, juga oleh penganut agama-agama sebelumnya. (al-Quran surat ar-Rum : 1- 5, tafsir al-Quran oleh para ahli tafsir)

al-Quran adalah kitab suci yang seluruh ayatnya memiliki konsistensi dan keselarasan pada susunan kata, gaya bahasa, dan ajaran-ajaran yang dikandungnya. Jika benar al-Quran merupakan karya saduran yang bersumber dari kitab suci sebelumnya, maka keragaman sumber seperti itu meniscayakan terjadinya kontradiksi, inkonsistensi dan ketidakselarasan.

Ada pula yang mencurigai bahwa budaya Arab Jahiliyah sebagai salah satu sumber al-Quran, faktanya al-Quran justru menolak berbagai sistem keyakinan jahiliyah yang batil dan adat istiadat serta tradisinya yang buruk, dan menggantinya dengan akidah, adat yang baik juga tradisi yang santun.
http://www.kaskus.us/showpost.php?p=248627642&postcount=8452